You Are Reading

Alena Fairiesa di Musim Semi

Arlika Galuh Puspita

Chika adalah sahabatku sejak kecil. Dia selalu ada untukku, meskipun sikap kami berbeda 180o tetapi kami tetap kompak. Chika adalah seorang yang pendiam dan pemalu. Sedangkan aku adalah seorang yang cerewet dan banyak tingkah. Sehingga teman-temanku menjulukiku “Si Mulut Seribu”. Tetapi itulah yang membuat aku dan Chika semakin kompak.
***
Pagi yang sunyi di musim Panas. Seperti biasanya aku dan Chika berangkat sekolah bersama. Kali ini aku merasa ada yang berbeda dari Chika. Tak biasanya ia sangat murung dan raut wajahnyapun muram. “Chika, aku perhatikan sepertinya kamu ada masalah ya ? ceritakanlah kepadaku ! siapa tahu aku bisa membantumu.” Kataku sambil memperhatikan Chika. Tetapi ia hanya menggelengkan kepala sembari tersenyum. “Baiklah jika kau tak ingin berbagi cerita kepadaku. Tapi aku mohon tetap semangat ya !”.
***
Saat jam istarahat, aku tidak sengaja melihatnya menangis di sebuah ayunan kayu di belakang kelas kami. “Chika, ada masalah apa sih ?” Tanyaku dengan antusias karena aku jarang melihatnya menangis. “Tolong jangan ceritakan masalah ini kepada orang lain ! Tadi malam tanpa sengaja aku mendengar kedua orang tuaku bertengkar dan mamaku mengatakan ingin bercerai dari papaku.” Jawabnya dengan isak tangis. “Oh, jadi ini masalahnya. Sabarlah Chika ! Jika itu sampai terjadi mungkin itu memang yang terbaik untuk mereka karena aku yakin mereka sudah dewasa untuk mengambil keputusan. Dan aku berharap itu nggak akan terjadi. Kasihan kamu udah anak tunggal, nggak diperhatiin pula. Ya udah lebih baik kita ke kantin, laper kan habis nangis !” Jawabku dengan bercanda. Aku tidak ingin melihat Chika kembali bersedih karena masalah keluarganya.
***
Setelah sebulan berlalu. Tiba-tiba Chika datang dan mengetuk pintu rumahku. Terlihat ia sangat gembira dari ekspresi wajahnya dan nada suaranya. “Ada apa Chika ? Nggak biasanya kamu datang dengan wajah gembira gini.” Tanyaku yang penasaran. “Hari ini aku seneng banget karena kedua orang tuaku nggak jadi cerai malah tambah mesra aja dan yang paling ngagetin aku sekeluarga ingin berlibur saat liburan besok.” Jawabnya gembira. “wah aku seneng banget liat kamu ceria kembali.”
***
Di awal musim gugur. Saat aku berangkat menuju rumah Chika, perasaanku menjadi tidak enak. Aku bingung dan aku mencoba untuk mempercepat langkahku. Sesampainya di rumah Chika, ternyata Chika akan berngkat sekolah bersama kedua orang tuanya. Aku sama sekali tidak tahu apa tujuan orang tua Chika datang ke sekolah kami. Kemudian Chika memintaku untuk berangkat bersamanya. Dalam perjalanan tak satupun kata terucap dari bibirnya. Saat tiba di sekolahpun kedua orang tuanya langsung menuju ruang Kepsek. Aku menjadi semakin bingung. Tiba-tiba Chika mengajaku untuk pergi ke ayunan kayu di belakang kelas kami untuk berbicara sesuatu yang penting. Disana ia memberiku sebuah kotak berwarna silver dengan pita violet di atasnya. Ia berpesan agar aku membuka kotak itu besok, dan tidak boleh membukanya hari ini. Aku semakin penasaran dengan sikapnya yang aneh itu. Aku pun bertanya-tanya apa isi kotak itu ? dan mengapa aku tidak diperbolehkan membukanya hari ini ? Hari itupun berjalan seperti biasanya. Keesokan harinya aku ingin mengajak Chika untuk pergi ke Taman kota karena aku ingin melihat pameran buku. Saat aku tiba di rumah Chika aku mengetuk pintu dan memanggil namanya. Namun tak ada jawaban dan sepertinya rumah Chika kosong. Kemudian aku mencoba untuk bertanya kepada tetangga samping rumah Chika. Ia berkata bahwa Chika dan keluarganya sudah pindah ke Inggris. Betapa hancurnya hatiku mendengarnya. Kemudian aku teringat pada kotak kecil pemberian Chika kemarin. Tanpa berpikir panjang, akupun segera berlari pulang ke rumah untuk melihat isi kotak tersebut. Tanpa sadar air mata telah membasahi pipiku. Setelah sampai di rumah aku langsung membuka kotak itu. Di dalamnya terdapat kalung emas putih dengan liontin berbentuk seorang bintang dan juga sepucuk surat dari Chika. “Maafkan aku karena aku tidak berpamitan secara langsung kepadamu, karena aku tak ingin melihatmu bersedih. Aku dan keluargaku pindah ke Inggris mungkin aku akan menetap disana. Aku mohon jangan lupakan aku ! Oya, kalung itu untukmu sebagai kenang-kenagan dariku sobat. Pakailah dan simpanlah baik-baik kalung itu, jika besok saat kita sudah dewasa, aku ingin bertemu kau kembali. Sebenarnya aku tak ingin berpisah darimu tetapi apa boleh buat, ayahku ditugaskan di Inggris. From Your best Friend, Hachika Sun.” Kubaca surat itu dengan tangis kehilangan yang mendalam dan akupun langsung memakai kalung yang berliontin bintang yang sangat bercahaya.
***
Musim gugur aku lalui dengan sebuah rasa kehilangan yang amat dalam. Tetapi tak lama kemudian banyak masalah datang bertubi-tubi menimpaku dan keluargaku. Mulai dari masalah nilaiku yang menurun, kakeku meninggal, ayahku ditugaskan untuk bekerja di luar kota, dan masih banyak lagi. Banyak temanku yang mengatakan aku sekarang sangat berbeda dari yang dulu. Mereka tak lagi menjulukiku “Si Bibir Seribu” karena saat ini aku sudah berubah 180o. Semakin lama hidupku terasa semakin sunyi aku kini hanya tinggal bersama kakak sepupuku yang bernama Nafa ia kebetulan kuliah di Tokyo tetapi ia dan aku hanya bertemu di malam hari karena ia kuliah dari pagi hingga siang lalu bekerja hingga petang. Dan Ayah, ibu, nenek, dan adiku tinggal jauh dariku. Semakin lengkap semuanya, aku termenung sendiri bersama kesunyian abadi tak ada canda, senyum, dan tawa lepas dariku dan semua orang disekitarku.
***
Saat musim dingin tiba, suasana hatiku semakin kacau dan tak tentu. Nafa sekarang hanya pulang tiga hari sekali ia menginap di rumah temannya. “Lengkap sudah hidupku.” Jeritku dengan penuh penyesalan. Saat pertama masuk sekolah setelah libur panjang, di kelasku kedatangan seorang murid baru laki-laki yang berasal dari korea yang bernama Rain. Dan kebetulan ia duduk di sampingku karena aku yang hanya duduk sendiri dan disampingku ada bangku kosong. Keesokan harinya, seperti biasa aku berangkat sekolah pukul 6 pagi. Tiba-tiba saat aku sedang mengunci pintu rumahku karena Nafa sedang tidak ada di rumah aku mendengar triakan seseorang memanggil namaku. Saat aku mencari orang itu, aku melihat Rain melambaikan tangannya kepadaku dari jendela atas rumah tetangga sebelahku. Lalu ia memintaku untuk menunggunya karena ia ingin berangkat bersamaku. Saat ia keluar dari rumahnya dan berjalan menghampiriku, aku bertanya kepadanya “Apa yang kau lakukan di rumah sebelah ?”.  “Rumah itu telah dibeli oleh ayahku dan sekarang aku tinggal disana. Kaget ya ? Kamu pasti tidak menyangkanya. Makanya aku sudah tau nama kamu karena kemarin aku melihatmu menangis di kamarmu. Dan di dinding  ada tulisan namamu. Oya aku boleh kan berangkat sama kamu ?” Tanyanya dengan senyum. “Boleh kok. Ayo berangkat keburu telat ntar.” Jawabku dengan nada yang datar dan tanpa ekspresi. Saat tiba di sekolah, banyak siswa perempuan datang ke kelasku. Denger-denger mereka ingin melihat Rain. Saat aku tanya salah satu dari mereka apa alasan mereka? Mereka hanya menjawab “Denger-denger dari temen anak baru di kelas ini cakep ya ?”. mendengar kata itu aku langsung melihat wajah Rain. Jujur selama ini aku belum melihat wajah Rain, mungkin hanya sekilas saja itupun tidak terlalu aku perhatikan. Setelah kuperhatikan memang benar pendapat mereka semua. Tapi entah kenapa ekspresiku biasa saja tidak seperti kebanyakan siswi lain yang sampai histeris. Saat pelajaran olah raga, kami sedang bermain bola basket, saat aku perhatikan Rain jago banget mainnya kalau dibandingin sama aku beda jauh banget. Hal ini menyebabkan bertambahnya Fans dari Rain. Hahaha lucu banget kedengerannya.
***
Hari demi hari saat musim dingin aku lewati dengan kak Nafa dan Rain. Aku dan Rain kini berteman akrab dia mengajariku banyak hal mulai dari bermain gitar, basket, keyboard, voli dan lain-lain. Dia juga telah mengembalikan semangatku yang dulu pernah pudar. Dan juga kak Nafa sedang libur semester. Semoga ini adalah awal titik terang untuk hidupku. Diriku kini mulai kembali seperti yang dulu. Tetapi hal itu tak berjalan lama. Saat aku tengah dalam upacara bendera tiba-tiba aku jatuh pingsan. Kejadian ini adalah awal dari sebuah masalah besar. Berulang kali aku jatuh pingsan dan pada akhirnya Kak Nafa dan Rain membawaku untuk periksa ke Rumah Sakit. Saat dokter akan memberikan hasilnya aku melarang kak Nafa dan Rain untuk ikut. Karena aku takut mereka tahu hasil general check up ku. Dan firasatku itu benar, dokter mengatakan dari penyakit Anemiaku (penyakit yang disebabkan karena kekurangan sel darah merah) yang kini berubah menjadi Leukimia. Perasaanku sungguh hancur karena itu berarti hidupku sudah tak lama lagi. Aku tak ingin orang lain tau tentang hasil general check up ini, aku nggak ingin mereka bersedih, khawatir, dan mengasihaniku.
***
Musim dingin yang juga terasa dingin bagi hidupku ini telah berlalu. Kini musim semi menyambutku dengan indah. Di malam awal musim semi ini, Rain mengajakku pergi ke taman kota. Kata Rain disana banyak bunga sakura yang sedang mekar dan ada pesta kembang api. Yang lebih anehnya Rain memintaku untuk memakai dress pemberiannya tadi siang, katanya ia ingin melihatku tampil cantik dan anggun. Saat menjelang petang Kak Nafa merias wajahku dan menata rambutku untuk bertemu Rain nanti. “Kak, mengapa aku harus tampil cantik seperti ini ? Apalagi harus dandan seperti ini, aku kan nggak terbiasa dandan seperti ini.” Tanyaku dengan heran. “Mungkin Rain suka sama kamu dan ia ingin menembakmu kali ! Ya udah, nggak usah tanya-tanya dulu ntar nggak rapi lho dandananmu jadinya.” Jawab kak Nafa yang membingungkan. Aku hanya dapat terdiam dan merasa heran. “Nah, sudah selesai dandanannya.” Katanya sambil mengusap keningnya yang berkeringat. Saat kubuka mataku, aku sangat terkejut melihat penampilanku yang lain dari biasanya. “wow, apakah ini seorang Alena Fairiesa kak ?” gumamku yang sangat terkejut melihat penampilanku sendiri. “Nah, saatnya kamu memakai dress pemberian Rain.” Kak Nafa menyuruhku dengan memberikan kotak yang berisi dress pemberian Rain. Saat kubuka kotak, aku tambah terkejut melihat dress yang indah pemberian Rain. Dengan rompi pink, dress putih, dan sebuah pita besar berwarna pink yang menambah keindahan dress itu. Akupun langsung memakai dress indah itu. “Wow, amazing. You look so beautiful, Alena. Semoga lancar ya first datenya.” Ejek Kak Nafa. Aku hanya tersenyum malu. Saat jam 7 tepat, Rain mengetuk pintu rumahku, Kak Nafa yang membukakannya. “Hei, Rain jaga peri cantik yang satu ini ya ! Alena ayo turun !” kak Nafa berpesan pada Rain sambil memanggilku yang sedang berada di lantai atas. “Wow !” gumam Rain saat melihatku turun dari tangga, akupun tersenyum malu sehingga pipiku menjadi merah merona. Saat di perjalanan kami hanya terdiam membisu satu sama lain. Namun tiba-tiba, “kau terlihat beda malam ini. Kamu sangat cantik.” Pujian Rain kepadaku. “Terima Kasih. Jangan diem-dieman gini dong. Biasa aja kali ! Oya liat thu Pohon Bunga Sakura di kanan jalan, indah ya !” jawabku memecah keheningan diantara kami. Saat tiba di Taman Kota, Rain mengajaku untuk duduk di Sebuah Bangku di bawah pohon sakura yang tengah mekar. “Wow, Rain, apa ini ? semua ini kamu yang mempersiapkannya ? Amazing !” Gumamku terkejut melihat pohon bunga sakura yang dihiasi oleh gemerlap lampu dan disekitar bangku itu terdapat banyak lilin. “Kamu suka ?” “Banget” “Alena Fairiesa aku mau jujur bahwa selama ini aku suka padamu. Maukah kau menerimaku ?” tanyanya sambil menggenggam tanganku yang dingin karena tegang. “Rain, aku juga suka sama kamu. Ya Baiklah.” Saat aku menjawabnya tiba-tiba puluhan kembang api menghiasi langit malam itu. Aku sangat bahagia namun di balik itu aku takut membuat Rain kelak akan kecewa dan bersedih saat ia melihatku terdiam untuk selamanya. Saat itu ia merangkul pundaku dan tersenyum padaku. “Oya aku lupa hadiahmu, ini sebuah liontin Peri Kecil yang cantik seperti namamu Alena  Fariesa. Alena berarti Cahaya yang telah digambarkan oleh Chika dengan sebuah bintang yang terang dan Fairiesa diambil dari kata Fairies yang berarti Peri. Berhubung kamu sudah memakai kalung dari Chika yang berliontin bintang pasti kamu nggak akan mau melepasnya jadi aku hanya memberimu sebuah liontin peri cantik ini yang mewakili kata Fairiesa.” “Makasih Rain aku janji aku akan memakainya dan menjaga ini selamanya.” Jawabku sambil memegang liontin itu yang baru saja di pasangkan Rain di kalungku. Malam itu adalah malam yang indah untukku. Namun saat kami tengah mengobrol tiba-tiba aku merasakan ada cairan yang keluar dari hidungku. Saat aku periksa ternyata darah segar mengalir keluar dari hidungku. Aku tahu ini pertanda bahwa hidupku sudah tak lama lagi dan akupun langsung membersihkannya agar Rain tidak mengetahui rahasia besar ini. Tetapi darah itu terus mengalir, akhirnyapun Rain melihatnya. Ia sangat panik namun aku tak ingin berterus terang kepadanya, aku hanya menjawab mungkin ini akibat tadi siang aku berada di bawah terik matahari terlalu lama. Dia lalu memeluk erat tubuhku dan berkata “I Love You Forever aku akan selalu disampingmu untuk selamanya. Jujurlah padaku apa yang terjadi padamu, Alena.” “tidak aku baik-baik saja.”
***
Saat di Penghujung Musim Semi itu. Aku tidak menyangka jika Chika akan mengunjungiku. Aku sangat senang bertemu ia kembali. Ternyata ia ingin merayakan Ulang Tahun ke -17ku 3 hari mendatang yaitu saat pergantian musim Semi ke musim Panas. Ia hanya datang seorang diri dan ia menginap di rumahku. Aku menceritakan Rain kepada Chika. Dan aku juga mengenalkan Chika kepada Rain. Saat itu aku merasakan hidupku sudah lengkap karena saat itu juga semua keluargaku juga berkumpul di rumah kami. Pada saat sebelum malam perayaan ulang tahunku aku merasa kepalaku pusing, perutku mual, dan rasanya tubuh ini sangat lemas namun aku harus tetap ada dalam pesta itu. Saat kami berkumpul untuk menunggu pukul 12 malam. Aku sempat berpesan kepada Keluargaku serta Kak Nafa untuk tetap bersama selamanya dan tetap rukun. Lalu aku berpesan kepada Chika agar Chika selalu bersemangat dan jangan mudah putus asa. Dan yang terakhir aku berpesan kepada Rain tapi Rain adalah orang spesial bagiku, jadi dia mendapat hal yang special. Aku mengajak Rain ke taman belakang rumahku. Di sana aku mengucapkan sebuah permintaan kepadanya untuk memelukku saat itu aku mengatakan suatu kata yang tidak pernah aku katakan sebelumnya yaitu “I Love You Forever, Rain.” “I Love You Too, Alena.” Jawabnya kepadaku. Saat mendekati detik-detik pukul 12 malam, akupun bersiap di depan sebuah kue yang indah yang berhiaskan peri-peri yang bercahaya dan lilin berbentuk angka 17. Tapi tiba-tiba aku merasakan sakit yang luar biasa. Tapi aku harus terlihat ceria dan bahagia saat itu. Tiba saatnya aku meniup lilin aku hanya memohon satu permintaan semoga semua yang aku sayangi bahagia selamanya. Setelah itu sakit yang aku rasakan semakin kuat dan akupun terjatuh dan tertidur untuk selamanya dengan kebahagiaan yang abadi. Cerita hidupku hanya sampai di umurku yang ke-17 dan di pergantian Musim Semi ke Musim Panas. “Tepatnya setahun sudah aku bertahan dengan berbagai cobaan yang menyisakan sebuah KEBAHAGIAAN yang abadi bagiku”. Setelah itu semuanya menemukan hasil lab.ku, dan mereka tahu apa penyebab kematianku ini.

THE END
 
Copyright 2010 Arlika Galuh Puspita