13 tahun silam, pada tanggal 1 Januari 1997, aku dan sahabatku Fairiessa lahir di dunia ini. Kami memang sahabat sejati, kami lahir pada waktu yang sama dan tumbuh dewasa bersama. Kami memang terlahir di sebuah keluarga yang sangat berbeda. Fairiessa terlahir di keluarga yang berada namun, kedua orang tuanya kurang memperhatikannya karena mereka terlalu sibuk dengan bisnis mereka. Sedangkan aku terlahir di sebuah keluarga yang sangat sederhana, ayahku hanya sebagai pensiunan pegawai negeri golongan rendah dan ibuku hanya seorang ibu rumah tangga namun, kedua orang tuaku sangat perhatian dan sayang kepadaku tetapi mereka sering sekali berselisih pendapat. Fairiessa adalah seorang yang sabar, baik, pintar, dan juga misterius. Akhir-akhir ini, ia sering melamun, entah apa yang sedang ia alami. Suatu hari aku melihat Fairiessa duduk di sudut ruang kelas kami “Rissa….” Panggilku. “Hai, Tissa.” Jawabnya sambil menghapus air mata. “lho, kamu kenapa ?” tanyaku, namun ia hanya menjawab bahwa dia baik-baik saja dan tidak ada masalah.
***
Seperti hari biasa di hidupku, aku melihat pertengkaran kedua orang tuaku, Memang ini bukanlah hal yang aneh lagi bagiku. Terkadang aku mengeluh terhadap nasib yang menimpaku, namun, saat aku curhat kepada Fairiessa ia hanya menjawab “Kamu pikir hanya kamu saja yang mempunyai masalah? Aku juga, memang aku anak orang kaya, tapi mereka tidak memberiku perhatian seperti orang tuamu yang selalu memperhatikanmu. Percayalah, Tuhan pasti mempunyai rencana baik untuk kita. Bersyukurlah atas nikmat yang telah Ia berikan kepadamu. Jangan mudah mengeluh dan putus asa, tetap positive thinking aja!”. Ia selalu menasehatiku dan menyadarkanku untuk bersyukur dan ikhlas dalam menghadapi masalah karena semua orang pasti mempunyai masalah masing-masing. “Masalah itu untuk diselesaikan bukan dihindari.” Kata-kata yang selalu ia ucapkan kepadaku.
***
Suatu hari, ditengah-tengah Upacara Hari Sumpah Pemuda, tiba-tiba Rissa jatuh pingsan dan saat itu aku melihat darah segar mengalir keluar dari hidungnya. Aku tak tahu ia sakit apa, setahuku ia tidak pernah mengidap suatu penyakit yang parah. Setelah kejadian itu, ia tidak masuk sekolah selama 2 minggu, entah apa yang sedang terjadi kepadanya. Setiap aku datang ke rumahnya, penjaga rumah Rissa selalu mengatakan bahwa Rissa sedang tidak ada di rumah. Hari pertama ia masuk sekolah, ia terlihat sangat pucat dan lemas. Kedua orang tuanya yang selama ini hampir tidak pernah meluangkan waktu sedikitpun untuknya, kini terlihat begitu perhatian kepada Rissa. Mereka selalu mengantar dan menjemput Rissa seusai sekolah. Peristiwa itu membuatku merasa iri terhadap Rissa, sempat terlintas di pikiranku, aku merasa orang yang paling sial dan Rissa adalah orang yang sangat beruntung. Saat istirahat, aku berniat mengajak Rissa untuk menonton pertandingan basket di sekolah kami hari Minggu besok. Saat aku bertemu Rissa, ia selalu berlari menghindar dariku. Aku bingung terhadap sikapnya. Tetapi saat jam pelajaran dan ternyata jam itu kosong, aku langsung menghapiri Rissa yang duduk tak jauh dariku. Saat aku menawarkan kepada Rissa, ia mengatakan ia terlalu sibuk dan tidak ada waktu untuk hal seperti itu. Aku kesal terhadap perubahan sikapnya, aku marah terhadapnya, namun ia hanya mengatakan “Maaf. Kamu nggak tau yang sebenarnya, Tissa.” Jawabnya singkat untuk menjawab semua kekesalanku. Setelah kejadian itu, kami tak pernah berkomunikasi seperti dulu lagi, bahkan aku tak pernah berbicara kepadanya lagi. Di pertengahan bulan Desember, saat mendekati Hari Ulang Tahun kami, kami masih tetap bermusuhan. Namun, tiba-tiba aku mendengar kabar bahwa Fairiessa dirawat di rumah sakit. Tanpa berpikir panjang, aku langsung menjenguk sahabatku ini. Setibanya di rumah sakit, aku bertemu dengan kedua orang tua Rissa. Ia menjelaskan alasan Rissa menjauhiku, ternyata ia menjauhiku karena ia tak ingin aku tahu dan bersedih saat mengetahui sahabatnya mengidap Leukimia dan sudah sangat parah. Aku sangat menyesal telah berburuk sangka kepadanya. Hari demi hari, selepas pulang sekolah aku menyempatkan untuk menjenguk Rissa yang sedang koma di rumah sakit. Pada tanggal 31 Desember, sehari sebelum Hari Ulang Tahun kami, aku menangis melihat Rissa yang aku kenal selama ini terbaring lemah dan tak sadarkan diri di rumah sakit. Aku merasa sangat sedih dan menyesal atas perbuatanku selama ini. Aku telah berburuk sangka dan egois terhadapnya. 5 menit sebelum malam pergantian tahun, sekaligus Hari Ulang Tahun kamu, Rissa sempat sadar dari komanya. Saat itu aku sedang duduk di sampingnya bersama kedua orang tuaku dan kedua orang tua Rissa. Memang kini kedua orang tuaku sudah jarang berselisih pendapat lagi, aku sangat bahagia melihat keluargaku rukun. Aku sadar bahwa akan kata-kata Rissa benar, aku selalu berdoa kepada tuhan agar kedua orang tuaku rukun, dan ternyata doaku didengar oleh-Nya. Saat Rissa sadar, ia hanya tersenyum melihat kami yang sedang tersenyum bahagia melihat ia sadar. Setelah itu, ia menghembuskan nafas terakhirnya dengan damai dan tenang. Kami sangat terpukul atas kepergiannya. Tak kusangka sahabatku meninggalkanku untuk selamanya di usianya yang masih terbilang sangat muda, 14 tahun. Untuknya, aku selalu berdoa agar ia tenang dan damai disana.
-The End-